Desa Kemiri
TERJADINYA DESA KEMIRI
Menurut riwayat konon desa Gubug doeloe, terdiri
dari lima pedukuhan yaitu pedukuhan Gubug krajan, Pilang Kidul, Pilang
Lor, Pilangwetan dan Gubug Miri. Setelah Kawedanan Singenkidul digabung dengan
Kabupaten Demak maka pedukuhan Pilangwetan berdiri menjadi desa. Demikian juga
pedukuhan Gubug Miri, juga menjadi desa yang bernama desa Kemiri.
Menurut cerita masyarakat desa Kemiri, untuk
pendiri desa Kemiri adalah Kyai Abdurrahman. Beliau berasal dari pedukuhan Gogodalem Salatiga, yang sekarang ikut
kabupaten Semarang. Untuk mengetahui riwayat terjadinya desa Kemiri,
marilah kita simak ceritanya sebagai berikut.
TERJADINYA PEDUKUHAN GUBUG
MIRI.
Sudah disebutkan di atas, bahwa pendiri desa
Kemiri adalah Kyai Abdurrahman. Beliau adalah seorang Kyai dari pedukuhan
Gogodalem, yang sekarang menjadi kecamatan Gogodalem Kabupaten Semarang. Beliau mempunyai seorang
putri bernama Munzinah, yang dinikahkan dengan santrinya sendiri bernama Sulaiman. Karena
Munzinah sangat cantik, sehingga ada pejabat kraton Surakarta yang berkehendak
merebut dan menikahi Munzinah. Tentu saja Kyai Abdurrahman menentang keinginan
pejabat kraton tersebut, maka diajaklah keluarganya pergi meninggalkan
pedukuhan Gogodalem. Perjalanan rombongan menuju ke arah utara, hingga
sampailah di desa Gubug. Karena takut kalau tertangkap oleh pejabat kraton,
Kyai Abdurrahman bersama keluarga tinggal di sebelah utara kali Tuntang. Di
tempat yang baru itu, beliau juga merubah namanya dengan sebutan MBAH DALEMAN. Karena tanah disitu
sangat subur, sehingga banyak warga yang ikut bertempat tinggal di daerah itu.
Akhirnya daerah tersebut menjadi
pedukuhan, yang oleh Kyai Abdurrahman diberi nama pedukuhan GUBUG MIRI.
Menurut cerita
bahwa batas pedukuhan Gubug Miri itu dulunya, mulai dari masjid desa Kemiri
sekarang sampai perbatasan desa Pilangwetan Demak. Konon untuk pemberian nama
itu, karena di tengah ada pohon miri (kemiri) besar yang berbuah lebat. Karena masih
bagian dari desa Gubug dan ada pohon kemiri besar itulah, maka pedukuhan baru
itu diberinya nama pedukuhan Gubug Miri. Tetapi ada juga yang menceritakan,
bahwa Kyai Abdurrahhman adalah berasal dari dukuh Miri desa Gogodalem Salatiga.
Setelah pindah ke daerah baru di desa Gubug, maka beliau memberinya nama Gubug
Miri.
Sebelum tahun
70an banyak warga yang menyebutnya
dengan nama Gubug Miri, bahkan orang-orang tua sekarang ada yang menyebutnya
Miri saja.
MENDIRIKAN LANGGAR DI PINGGIR
KALI.
Di pedukuhan
Gubug Miri itu Kyai Abdurrahman mengajar mengaji kepada warga sekitar, yang
dibantu oleh menantunya Kyai Sulaiman. Beliau mendirikan langgar (mushola) di
pinggir sungai Tuntang, dan juga mendirikan pondok pesantren di dekatnya.
Tetapi nasib
berkata lain, karena Kyai Sulaiman menderita sakit dan meninggal dunia. Oleh warga
pedukuhan Gubug Miri, beliau dimakamkan di belakang langgar yang terletak di
pinggir kali Tuntang. Pada suatu ketika Kyai Abdurrahman mempunyai keinginan,
untuk membuat masjid di pedukuhan Gubug Miri. Setelah kayu-kayu yang dibutuhkan
tercukupi, bersama para warga dan santrinya didirikanlah masjid itu. Masjid
tersebut didirikan di dekat rumahnya yang terletak di sebelah utara pondok
pesantren, atau di sebelah barat pohon randu alas besar. Ada cerita kalau semua
kayu untuk masjid itu, diperoleh dari pohon jati yang hanyut di kali Tuntang.
Sepertinya pohon-pohon jati itu seperti kiriman, karena hampir setiap hari
selalu saja ada pohon jati yang hanyut dan tersangkut di dekat langgar.
Kyai Abdurrahman atau yang sering dipanggil Mbah
Daleman wafat, dan jenazah beliau dimakamkan di depan masjid yang didirikannya
atau di sebelah barat pohon randu alas besar. Demikian juga putrinya Munzinah
ketika wafat, untuk jenazah beliau juga dimakamkan di samping ayahnya.
Dengan adanya perubahan sistem pemerintahan, pedukuhan Gubug Miri kemudian berdiri menjadi desa dan diberi nama desa Kemiri. Untuk masjid yang
didirikan oleh Kyai Abdurrahman dulu, oleh warga dipindah di pinggir jalan
besar. Demikian juga untuk pondok pesantren, juga dipindahkan di sebelah utara
masjid. Dengan adanya kemajuan zaman masjid tersebut dibangun secara permanenn
dan oleh panitia pembangunan masjid diberi nama AL FUAZA.
Sejak dulu sampai sekarang, banyak warga desa
Kemiri yang datang berziarah ke makam Ki Abdurrahman atau Mbah Daleman. Semua itu
untuk mengenang dan menghormati perjuangan beliau, yang telah mendirikan desa
Kemiri. Bahkan untuk makam Ki Abdurrahman dan putrinya, oleh pemerintahan desa
kemiri dibuatkan cungkup yang cukup
besar. Tetapi untuk makam Kyai Sulaiman sangat memprihatinkan sekali, karena
sepertinya tidak terawat. Makam
tersebut sering terkena banjir kali
Tuntang, sehingga batu nisannya hampir tidak terlihat. Walaupun begitu makam
tersebut mempunyai suatu kelebihan, antara lain kalau ada binatang yang hidup
atau mati lewat di dekat makam tersebut, pasti akan mengapung di permukaan.
Menurut cerita warga mengatakan, bahwa sering melihat ular atau kadang buaya
yang berenang di permukaan aliran kali Tuntang.
he he he ...
BalasHapusternyata begini critanya
BalasHapus